Sabtu, 12 November 2011

Teori Perilaku Terencana

Teori perilaku terencana (theory of planned behavior) yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein menjelaskan mengenai perilaku spesifik dalam diri individu. Teori ini memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia dalam konteks tertentu. Menurut Ajzen dan Fishbein, sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku (Ajzen, 1991:2 dalam Kurniasari, 2005:15).
Masih dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah intensi untuk menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991:6 dalam Kurniasari, 2005:16). Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Jadi, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan dia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya jika perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu. Individu memiliki pilihan untuk memutuskan menampilkan perilaku tertentu atau tidak sama sekali (Ajzen, 1991:6 dalam Kurniasari, 2005:16). Seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku,  tergantung pada faktor-faktor non motivasional. Salah satu contoh dari faktor non motivasional adalah ketersediaan kesempatan dan sumber yang dimiliki (misalnya uang, waktu, dan bantuan dari pihak lain). Faktor-faktor ini mencerminkan kontrol aktual terhadap perilaku. Jika kesempatan dan sumber-sumber yang dimiliki tersedia dan terdapat intense untuk menampilkan perilaku, maka kemungkinan perilaku itu muncul sangat besar. Dengan kata lain, suatu perilaku akan muncul jika terdapat motivasi (intensi) dan kemampuan (kontrol perilaku).
Pernyataan tersebut didasari oleh dua hal penting yaitu (Kurniasari, 2005:16-17):
Jika intensi dianggap sebagai faktor yang konstan, maka usaha-usaha untuk menampilkan perilaku tertentu tergantung pada sejauh mana kontrol yang dimiliki individu tersebut.
Hal penting kedua yang mendasari pernyataan bahwa ada hubungan langsung antara control terhadap perilaku yang dihayati (perceived behavioral control) dan perilaku nyatanya, seringkali dapat digunakan sebagai pengganti atau subtitusi untuk mengukur kontrol nyata (actual control).
Intensitas dan Perilaku
Jika perilaku tidak memiliki masalah terhadap kontrol, maka perilaku yang ditampilkan tersebut dapat diramalkan secara akurat dari intensinya (Ajzen, 1988; Ajzen & Fishbein, 1980; Canary & Seibold, 1984; Sheppard, Hartwick, & Warshaw, 1988 dalam Ajzen 1991:10 dalam Kurniasari, 2005:17).
Berdasarkan teori perilaku terencana, ada 3 konsep yang saling tidak berkaitan sebagai determinan dari intense yaitu (dalam Kurniasari, 2005:17):
Sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior), merujuk pada tingkatan yang dimiliki oleh individu dalam membuat evaluasi yang sifatnya favorabel atau unfavorable terhadap suatu perilaku.
Norma subyekif (subjective norm), merujuk pada tekanan sosial yang dihadapi individu untuk dapat menampilkan perilaku tertentu ataupun tidak menampilkannya.
Tingkatan atas kontrol perilaku yang dihayati (the degree of perceived behavioral control), merujuk pada kemudahan atau kesulitan untuk menampilkan perilaku tertentu, serta asumsi yang dibuat oleh individu yang mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai bahan antisipasidalam menghadapi rintangan. Jadi, semakin favorabel suatu sikap dan norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol terhadap perilaku yang diterima, maka akan semakin besar intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku.
Sejauh mana pentingnya sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku dalam membuat prediksi tentang intensi adalah tergantung padaperilaku dan situasi yang dihadapi (Ajzen, 1991:10 dalam Kurniasari, 2005:18).
Ada hubungan yang kuat antara sikap dan intensi. Asumsinya adalah semakin individu bersikap favorable terhadap suatu obyek, maka individu tersebut akan semakin mengarah pada terbentuknya suatu perilaku dengan menaruh respek terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
Intensi Turnover
Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk  melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Menurut Zeffane (1994:24-25) intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.
Model konseptual dan model empiris tentang intensi turnover memberikan dukungan kuat terhadap proposisi yang menyatakan bahwa intensi perilaku membentuk determinan paling penting dari perilaku sebenarnya (actual behavior)
(Lee & Mowday, O’ Reilly & Cadwell, 1981 dalam Pare and Trembaly, 2000:1-3)
Menurut Shore dan Martin, intensi turnover merupakan variable dependen yang tepat karena intensi turnover terkait erat dengan turnoversebenarnya (Esmuraid, 1997). Ini didukung pula oleh dari Price dan Mueller (1981) yang menyarankan menggunakan intensi turnover dari pada turnover sebenarnya karena turnover yang sebenarnya lebih sulit diprediksi dari pada intensi-intensi seperti ada beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi perilaka turnover.
Berdasarkan pada kedua teori itu, yaitu teori intensi dan turnover, maka dapat  disimpulkan bahwa intensi turnover adalah niat, kemauan atau kehendak individu untuk keluar dengan sendirinya dari organisasi.
Sumber : http://ulyniamy.wordpress.com/2010/07/07/intensitas-turnover/

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ini kurniasari penulis buku bukan? kalo iya judul buku karangan kurniasari di yang ada teori perilaku terencana apa ya? bales ya.

Heil Nasrul Arta mengatakan...

permisi copy paste beberapa bagian tentang prilaku terencana ini mas. dalm proses penyusunan skripsi ni.