Teori perilaku terencana (theory of planned behavior) yang
dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein menjelaskan mengenai perilaku spesifik
dalam diri individu. Teori ini memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks tertentu. Menurut Ajzen dan Fishbein, sikap dan kepribadian
seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu hanya jika secara tidak
langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku
(Ajzen, 1991:2 dalam Kurniasari, 2005:15).
Masih dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari
suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah intensi untuk menampilkan
perilaku tertentu (Ajzen, 1991:6 dalam Kurniasari, 2005:16). Intensi
diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Intensi
merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha
yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Jadi, semakin keras intensi
seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan dia
untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya
jika perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu. Individu memiliki pilihan
untuk memutuskan menampilkan perilaku tertentu atau tidak sama sekali (Ajzen,
1991:6 dalam Kurniasari, 2005:16). Seberapa jauh individu akan menampilkan
perilaku, tergantung pada faktor-faktor non motivasional. Salah satu
contoh dari faktor non motivasional adalah ketersediaan kesempatan dan sumber
yang dimiliki (misalnya uang, waktu, dan bantuan dari pihak lain). Faktor-faktor
ini mencerminkan kontrol aktual terhadap perilaku. Jika kesempatan dan
sumber-sumber yang dimiliki tersedia dan terdapat intense untuk menampilkan
perilaku, maka kemungkinan perilaku itu muncul sangat besar. Dengan kata lain,
suatu perilaku akan muncul jika terdapat motivasi (intensi) dan kemampuan
(kontrol perilaku).
Pernyataan tersebut didasari oleh dua hal penting yaitu
(Kurniasari, 2005:16-17):
Jika intensi dianggap sebagai faktor yang konstan, maka
usaha-usaha untuk menampilkan perilaku tertentu tergantung pada sejauh mana
kontrol yang dimiliki individu tersebut.
Hal penting kedua yang mendasari pernyataan bahwa ada
hubungan langsung antara control terhadap perilaku yang dihayati (perceived
behavioral control) dan perilaku nyatanya, seringkali dapat digunakan sebagai
pengganti atau subtitusi untuk mengukur kontrol nyata (actual control).
Intensitas dan Perilaku
Jika perilaku tidak memiliki masalah terhadap kontrol, maka
perilaku yang ditampilkan tersebut dapat diramalkan secara akurat dari intensinya
(Ajzen, 1988; Ajzen & Fishbein, 1980; Canary & Seibold, 1984; Sheppard,
Hartwick, & Warshaw, 1988 dalam Ajzen 1991:10 dalam Kurniasari, 2005:17).
Berdasarkan teori perilaku terencana, ada 3 konsep yang
saling tidak berkaitan sebagai determinan dari intense yaitu (dalam Kurniasari,
2005:17):
Sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior),
merujuk pada tingkatan yang dimiliki oleh individu dalam membuat evaluasi yang
sifatnya favorabel atau unfavorable terhadap suatu
perilaku.
Norma subyekif (subjective norm), merujuk pada
tekanan sosial yang dihadapi individu untuk dapat menampilkan perilaku
tertentu ataupun tidak menampilkannya.
Tingkatan atas kontrol perilaku yang dihayati (the degree of perceived
behavioral control), merujuk pada kemudahan atau kesulitan untuk
menampilkan perilaku tertentu, serta asumsi yang dibuat oleh individu yang
mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai bahan antisipasidalam menghadapi
rintangan. Jadi, semakin favorabel suatu sikap dan norma
subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol terhadap perilaku
yang diterima, maka akan semakin besar intensi individu untuk menampilkan
suatu perilaku.
Sejauh mana pentingnya sikap, norma subyektif, dan kontrol
perilaku dalam membuat prediksi tentang intensi adalah tergantung padaperilaku
dan situasi yang dihadapi (Ajzen, 1991:10 dalam Kurniasari, 2005:18).
Ada hubungan yang kuat antara sikap dan intensi. Asumsinya
adalah semakin individu bersikap favorable terhadap suatu obyek, maka
individu tersebut akan semakin mengarah pada terbentuknya suatu perilaku dengan
menaruh respek terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
Intensi Turnover
Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu
untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya
seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Menurut Zeffane
(1994:24-25) intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan
untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya
sendiri.
Model konseptual dan model empiris tentang intensi turnover memberikan
dukungan kuat terhadap proposisi yang menyatakan bahwa intensi perilaku
membentuk determinan paling penting dari perilaku sebenarnya (actual behavior)
(Lee & Mowday, O’ Reilly & Cadwell, 1981 dalam Pare
and Trembaly, 2000:1-3)
Menurut Shore dan Martin, intensi turnover merupakan
variable dependen yang tepat karena intensi turnover terkait erat
dengan turnoversebenarnya (Esmuraid, 1997). Ini didukung pula oleh dari
Price dan Mueller (1981) yang menyarankan menggunakan intensi turnover dari
pada turnover sebenarnya karena turnover yang sebenarnya
lebih sulit diprediksi dari pada intensi-intensi seperti ada beberapa faktor
eksternal yang mempengaruhi perilaka turnover.
Berdasarkan pada kedua teori itu, yaitu teori intensi dan turnover,
maka dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah niat,
kemauan atau kehendak individu untuk keluar dengan sendirinya dari organisasi.
Sumber : http://ulyniamy.wordpress.com/2010/07/07/intensitas-turnover/
2 komentar:
ini kurniasari penulis buku bukan? kalo iya judul buku karangan kurniasari di yang ada teori perilaku terencana apa ya? bales ya.
permisi copy paste beberapa bagian tentang prilaku terencana ini mas. dalm proses penyusunan skripsi ni.
Posting Komentar